Jumat, 30 Januari 2009

Najasyi, Raja Habasyah (seorang sahabat di satu sisi dan Tabiin di sisi lain)

Najasyi, Raja Habasyah (seorang sahabat di satu sisi dan Tabiin di sisi lain)

Dia bernama Ashhamah, Raja Habasyah (Ethiopia), dan termasuk kelompok sahabat. Selain termasuk orang yang baik keislamannya, ia tidak pernah berhijrah dan tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia seorang tabi’in di satu sisi dan seorang sahabat di sisi yang lain.

Di meninggal pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, dan umat Islam yang tidak menghadiri jenazahnya menshalatinya dengan shalat ghaib. Dalam hadits dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengerjakan shalat ghaib untuk Najasyi, karena Najasyi meninggal ditengah-tengah komunitas Nashrani dan ketika itu tidak seorang pun umat islam yang menshalatinya, karena para sahabat yang hijarah ditempatnya (Habasyah) telah pulang dan hijrah ke Madinah pada waktu perang Khaibar.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata, “Ketika kami singgah di negri Habasyah, kami tinggal bersama tetangga yang paling baik, yaitu Najasy, yang beriman kepada agama kami. Kami menyembah Allah Ta’ala tanpa pernah diganggu dan tidak pernah mendengar sesuatu yang mengganggu kami. Ketika berita tentang masalah itu sampai kepada orang-orang Quraisy, mereka sepakat untuk mengutus dua pria yang kuat menemui Najasyi dan memberikan beberapa hadiah kepada Najasyi berupa perhiasan Makkah. Di antara hadiah yang paling menakjubkan yang mereka berikan kepadanya adalah kulit. Mereka mengumulkan banyak kulit untuknya. Mereka tidak meninggalkan seorang pejabat kerajaan pun yang tidak diberi hadiah. Setelah itu mereka mengutus Abdullah bin Abu Rabi’ah bin al-Mughirah al-Makhzumi dan Amr bin al-Ash ash-Shami dan mereka menberikan perintah kepada mereka seraya berkata, “Berilah kepada setiap pejabat hadiahnya masing-masing, kemudian minta agar mereka menyerahkan orang-orang Islam itu kepada kalian sebelum mereka sempat berbicara dengan Najasyi tentang mereka.

Mereka kemudian memberikan hadiah tersebut kepada Najasyi, sedangkan kami berada di sisi Najasyi seperti halnya berada di rumah yang paling bagus dan tetangga yang paling baik. Setiap pejabat pda saat itu diberi hadiah oleh mereka. Keduanya lalu berkata kepada Najasyi, ‘Wahai raja, ada beberapa orang bodoh dari kaum kami melarikan diri. Mereka meninggalkan agama kaum mereka dan tidak masuk ke dalam agamamu. Mereka datang dengan membawa agama baru yang kita tidak mengetahuinya dan begitu juga engkau. Kami telah di utus oleh para pembesar kaum mereka, dari nenek moyang, paman-paman mereka, dan kerabat mereka, agar mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Derjat mereka lebih tinggi daripada orang-orang itu dan mereka lebih mengetahui kekurangan mereka.’ Para utusan itupun berkata kepada mereka, ‘Ya’.
Tidak ada sesuatu yang menjadikan Najasyi marah kepada Abdullah dan Amr daripada mendengarkan mereka.

Para pejabat disekitarnya lalu berkata, ‘Mereka benar wahai Raja, serahkan mereka saja kepada mereka berdua’. Najasyi pun marah, ia berkata, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua dan aku tidak akan menyakiti kaum yang berkunjung ketempatku dan memilih tempatku serta memilihku daripada selainku hingga aku memanggil mereka dan bertanya kepada mereka”.

Najasyi kemudian mengutus seseorang untuk memanggil sahabat-sahabat rasulullah. Ketika utusan itu datang kepada mereka, mereka pun berkumpul, kemudian sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Apa yang akan kalian katakan kepada raja jika kalian mendatanginya? Mereka berkata, akan kami katakan, ‘Demi Allah, kami tidak mengetahui dan Nabi kami shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyuruh kami sesuatu, kecuali telah ada perintah seperti itu sebelumnya’”.

Ketika mereka datang kepada Najasyi dan Najasyi telah memanggil pejabat-pejabatnya, mereka membuka mushaf mereka disekelilingnya dan bertanya kepada mereka. Najasyi lalu bertanya kepada mereka, ‘Agama apa yang kalian anut sehingga dapat memisahkan diri dari kaum kalian dan kalian tidak masuk agama kami dan agama umat lain?’

Yang menjawab pertanyaan itu adalah Ja’far bin Abu Thalib, dia berkata kepadanya, ‘Wahai raja, dulu kami kaum yang bodoh, menyembah berhala, mengonsumsi bangkai, memakan kotoran, memutus silaturrahim, berbuat buruk kepada tetangga, dan yang kuat memakan yang lemah. Kami dalam kondisi tersebut hingga Allah mengutus kepada kami seorang utusan dari bangsa kami yang kami sendiri tahu nasabnya, kejujurannya, amanahnya, dan kehati-hatiannya. Beliau mengajak kami mengesakan Allah dan memyembahNya serta melepas tuhan-tuhan yang disembah oleh nenek moyang kami berupa batu dan berhala. Beliau juga menyuruh kami berkata jujur, menunaikan amanat, menyambung silaturrahim, serta mencegah dari perbuatan haram dan pertumpahan darah. Beliaupun menyuruh kami menjauhi perbuatan keji, perkataan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh wanita baik-baik berbuat zina. Selain itu, beliau menyuruh kami hanya menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu.

Beliau menyuruh kami mengerjakan shalat, zakat, dan puasa’. –Ummu Sulaim berkata : Dia lantas menyebutkan beberapa perintah dalam Islam-. Kami lalu membenarkannya, mengimaninya, serta mengikutinya. Tetapi kaum kami memusuhi kami dan menyiksa kami serta memfitnah agama kami agar kami kembali kepada penyembahan berhala dan bergumul kembali dengan kekejian seperti dulu. Ketika mereka menyiksa kami, menzhalimi kami dan menghalangi kami, kami pun pergi ke negrimu ini dan memilih engkau. Kami senang berada dalam perlindunganmu dan kami berharap tidak lagi di zhalimi di sisimu wahai raja’.

Mendengar penjelasan itu, Najasyi berkata, ‘Apakah kamu hafal sedikit dari wahyu yang diturunkan Tuhanmu?’ Ja’far menjawab, ‘Ya’. Najasyi berkata, ‘Bacakanlah kepadaku!’ Ja’far pun membacakan firman Allah Ta’ala : ‘Kaaf, haa, yaa, ain, shaad…’ Demi Allah, setelah mendengar lantunan ayat tersebut, Najasyi menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Begitu juga para pejabatnya, hingga mereka lupa dengan shahifah-shahifah mereka. Setelah itu Najasyi berkata, ‘Sesungguhnya ini juga yang di bawa oleh Musa. Ini keluar dari satu sumber. Pergilah kalian berdua, demi allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian selamanya dan tidak akan.’
Setelah keduanya keluar, Amr berkata, ‘Demi Allah, besok aku akan menceritakan aib mereka kepada raja, kemudian aku cabut mereka sampai keakar-akarnya dan membinasakan mereka’. Abdullah bin Abu Rabi’ah yang ketika itu orang yang lebih bertakwa dibandingkan Amr, berkata, ‘Jangan lakukan itu, karena mereka masih memiliki kasih sayang, walaupun mereka berbeda dengan kita’. Amr lalu berkata, ‘Demi Allah, aku akan menceritakan kepada raja bahwa mereka mengira bahwa Isa adalah hamba’.

Keesokan harinya Amr menemui Najasyi dan berkata, ‘Wahai raja, mereka sebenarnya berkata tentang Isa bin Maryam dengan perkataan yang tidak senonoh, maka panggilah mereka dan tanyakan kepada mereka mengenai pendapat mereka tentang Isa!’.
Raja Najasyi pun memanggil mereka dan bertanya kepada mereka.

Setelah itu kaum berkumpul, kemudian mereka berkata, ‘Demi Allah kami berkata tentang Isa seperti yang di firmankan oleh Allah sebelumnya’. Ketika mereka menghadap, raja bertanya kepada mereka, ‘Apa yang kalian katakan tentang Isa?’ Ja’far berkata kepada raja, ‘Kami katakan tentangnya seperti yang dijelaskan oleh Nabi kami, bahwa dia adalah hamba Allah, rasulNya, rohNya, dan kalimatNya, yang dititipkan kepada Maryam yang masih perawan dan belum pernah disentuh laki-laki’. Mendengar itu Najasyi memukulkan tangannya ke tanah, lalu mengambil tongkat, lantas berkata, ‘Isa tidak akan memusuhi apa yang kamu katakan’. Sikap Najasyi sempat membuat para pejabat yang ada disekitarnya ketakutan. Najasyi lalu berkata, ‘Demi Allah jika kalian ketakutan, pergilah, karena kalian aman dinegeriku. Barangsiapa mencela kalian maka dia akan didenda dan dihukum. Aku tidak senang walaupun aku memiliki segunung emas jika aku harus menyakiti seseorang diantara kalian. Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada mereka berdua! Demi Allah, Allah tidak mengambil suap dariku ketika aku diberi kerajaan ini, maka apakah aku harus mengambil suap didalamnya? Barangsiapa taat kepadaku maka aku akan taat kepada mereka’.

Keduanya (Amr dan Abdullah) pun keluar dengan rasa malu, sedangkan hadiah-hadiah mereka dikembalikan seluruhnya, sementara kami tetap tinggal di istananya dengan nyaman dan aman. Demi Allah, ketika kami dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ada seseorang menyerang kekuasaan Najasyi. Demi Allah, kami tidak pernah melihat kemarahan yang lebih dahsyat dari kemarahannya pada saat itu.

Setela itu datang seorang pria yang tidak mengetahui hak kami sebagaimana yang diketahui oleh Najasyi. Setelah itu Najasyi keluar dan mereka dibatasi sungai Nil. Sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Siapa orang yang mau keluar dan datang dengan membawa berita tentang peperangan mereka, setela itu mengabarkannya kepada kita?’ Zubair berkata, ‘Aku’. Dia adalah orang yang paling muda usianya. Lalu mereka meniupkan tempat air untuk diletakkan dipunggungnya. Setelah itu ia menyebrangi sungai Nil hingga keluar ke tempat pertempuran dan dia hadir. Kami berdoa kepada Allah agar Najasyi diberi kemenangan atas musuh-musuhnya dan tetap berkuasa dinegerinya serta ditaati di Habasyah. Ketika disisinya, kami seakan-akan tinggal di rumah yang paling baik, hinmgga kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah’.

Perkataan Ummu Salamah, “Hingga kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah”, adalah menurut dirinya sendiri, karena dia kembali kepada suaminya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di antara kebaikan Najasyi adalah bahwa Ummu Habibah, Ramlah binti Abu Sufyan, pada waktu perang Umawiyah, masuk Islam bersama suaminya, Ubaidullah bin Jahsyin al-Asadi. Keduanya hijrah ke Habasyah. Lalu Ramlah melahirkan Habibah, anak perempuan tiri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Ubaidullah terkena musibah karena dia tertarik kepada agama Nashrani sehingga memeluknya. Beberapa saat setelah itu, Ubaidullah meninggal di Habasyah. Ketika dia selesaai menghabiskan masa iddah, (Iddah adalah masa penantian bagi seorang istri yang dijatuhi thalak atau ditinggal mati suaminya. Diantara tujuan adanya masa iddah adalah mengetahui kondisi rahim, hamil atau tidak), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk melamarnya dan Ramlah pun menerimanya. Dalam hal ini Najasyi ikut campur dan beliau menyaksikan pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. dia memberikan mahar atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari uangnya sendiri sebanyak empat ratus dinar. Lalu beliau mendapatkan darinya (Ramlah) sesuatu yang tidak diperolehnya dari Ummahatul Mukminin lainnya. Kemudian Najasyi mempersiapkannya.

Ketika Najasyi meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada orang-orang, “Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia di negeri Habasyah”. Beliau lalu keluar bersama para sahabat lainnya menuju padang pasir dan menyuruh mereka untuk membuat shaf, kemudian melakukan shalat ghaib atas wafatnya Najasyi.

Sebagian ulama menukil bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab tahun 9 Hijriyah.

Sumber : Ringkasan Siyar A'lam an-Nubala' (Imam adz-Dzahabi), Pustaka Azzam.

Dinukil dari: www.alsofwah.or.id

Rabu, 28 Januari 2009

Hukum Pakaian Yang Terkena Najis

Hukum Pakaian Yang Terkena Najis

Berikut ini ada tanya jawab tentang masalah agama yang sangat bermanfaat sekali, yang diasuh oleh ustadzuna khalid syamhudi, Lc.

Assalamualaikum,

Ustadz bagaimana hukumnya pakaian yang kena cipratan air kencing sampai basah kemudian dibiarkan kering sendiri dengan dijemur dan tidak dibasuh air, apakah pakaian tersebut menjadi suci setelah kering atau tetap najis?

syukron

Mubarok
Alamat: Semarang
Email: mubaroxxx@plasa.com

Wa’alaikum salam
Najis dapat disucikan dengan air atau yang lainnya. Benda yang terkena najis bisa dikatakan suci lagi bila zat najisnya telah hilang, baik dengan air atau dengan matahari atau yang lainnya. Untuk mengetahui hilang atau tidaknya najis tersebut dilihat dengan ada atau tidak adanya sifat-sifat najis yang mencakup bau, rasa dan warnanya. Apabila ini semua telah hilang dari baju atau yang lainnya maka telah suci. Jadi pakaian yang saudara tanyakan tersebut dapat dihukumi suci bila telah hilang semua sifat-sifat kencing tersebut.

Wabillahi at-taufiq
Wassalam

sumber: http://ustadzkholid.com/fiqih/hukum-pakaian-kena-najis/

Kamis, 15 Januari 2009

Sebuah Nasehat dari Salaf

Fudhail bin Iyadh berkata :
“Wahai orang yang sengsara, kamu orang jahat tetapi menganggap dirimu baik.Kamu orang bodoh tetapi menganggap dirimu pintar.Kamu tolol, tetapi menganggap dirimu cerdik.Umurmu pendek, tetapi angan-anganmu panjang”

Imam Adz-dzhabi menambahkan:
“Demi Allah , sungguh benar apa yang beliau katakan. Kita ini dzalim , tetapi justru merasa didzalimi.Tukang memakan yang haram , tetapi merasa diri kita orang suci ,Fasik tetapi merasa diri kita shalih. Mencari ilmu untuk mengejar dunia , tetapi merasa mencarinya karena Allah semata” (Siyaaru A’lamu Nubala’)

Keutamaan Utsman Bin 'Affan

Keutamaan Utsman Bin 'Affan

Dari Aisyah Ummul mukminin radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam pernah duduk dengan kondisi paha terbuka. Lalu Abu Bakar memohon izin untuk masuk dan Rasulullah tetap dalam kondisi semula. Kemudian Umar memohon izin untuk masuk sedangkan Rasulullah masih dalam kondisi seperti sedia kala.

Namun ketika Utsman memohon izin untuk masuk, maka beliau segera menggeraikan pakaiannya. Ketika mereka semua berdiri, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, ketika tadi Abu Bakar dan Umar memohon izin untuk masuk menjumpai Anda, Anda telah mengizinkan keduanya dimana Anda tetap dalam posisi semula. Namun ketika Utsman yang memohon izin, maka Anda menggeraikan pakaian Anda”.

Rasulullah bersabda, “Wahai Aisyah, apakah aku tidak merasa malu kepada seorang laki-laki dimana Allah dan para malaikat-Nya juga merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim )

dinukil dari: http://anakshalih.wordpress.com/

SEPUTAR PERISTIWA GAZA DAN SOLUSINYA

SEPUTAR PERISTIWA GAZA DAN SOLUSINYA

Syaikh Masyhûr Hasan Âlu Salmân

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ؛ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله. اما بعد:

Sesungguhnya segala sanjungan hanyalah milik Alloh, yang kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya. Kita memohon perlindungan kepada Alloh dari keburukan jiwa dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, tidak ada yang mampu menyesatkannya, dan barangsiapa yang dileluasakan dalam kesesatan tiada yang mampu menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak untuk diibadahi melainkan hanya Alloh semata, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Amma Ba’du :

Suatu hal yang tidak tersembunyi bagi setiap orang, tentang peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di bumi Palestina tercinta, kami memohon kepada Allôh Azza wa Jalla untuk mengembalikannya ke pangkuan Islam dan kaum muslimin dengan segera, dan menjaga penduduk Palestina secara umum dan penduduk Gaza secara khusus. Peristiwa yang terjadi di Gaza ini, mengharuskan kita untuk menetapkan beberapa hal. Namun karena waktu yang terbatas, tidak memungkinkan saya untuk berbicara secara terperinci, akan tetapi di kesempatan ini -insya Allôh- ada beberapa hal yang menyebabkan kami perlu untuk berusaha menggali hukum-hukum yang sepatutnya ditetapkan, khususnya berkenaan tentang bencana ini.

Patut diketahui, bahwa kewajiban seluruh kaum muslimin (di dalam menghadapi peristiwa ini) adalah mengerahkan segala daya upaya semampunya untuk menghentikan tertumpahnya darah (kaum muslimin) dan siapa saja yang meremehkan hal ini maka ia telah berdosa. Guru kami, al-Imâm al-Albânî rahimahullâhu di dalam komentarnya terhadap buku Syarh al-‘Aqîdah ath-Thohâwiyah yang beliau tulis lebih dari seperempat abad yang lalu, mengatakan bahwa seluruh kaum muslimin dalam keadaan berdosa disebabkan mereka meremehkan kejadian yang berlangsung di Palestina. Apabila dengan dirampasnya tanah Palestina oleh Yahudi –semoga Alloh melaknatnya dengan laknat yang berlipat- saja berdosa, lantas apa yang akan kita katakan pada hari ini tentang ditumpahkannya darah orang-orang tak berdosa oleh bangsa pembunuh para nabi ini di negeri Palestina?!

Maka wajib bagi para Shulahâ` (orang-orang yang ingin melakukan perbaikan) untuk berdoa dan bagi para ulama untuk memberikan penjelasan tentang hukum-hukum (yang berkaitan) secara tidak gegabah dan disertai dengan bukti dan dalil. Wajib bagi para penguasa dan orang-orang kaya untuk mengerahkan seluruh kemampuannya dengan segala bentuk cara yang mereka bisa, dalam rangka menghentikan aktivitas penumpahan darah ini. Dan wajib bagi seluruh kaum muslimin, selain dari kewajiban yang ada pada sekarang ini, sepatutnya untuk berupaya mencari tahu dan meletakkan jari di atas penyakit, akar dari penyakit yang menyebabkan musuh-musuh kita menjadi tamak terhadap kita, yaitu bahwa diri kita ini bagaikan ghutsâ` (buih). Dan sifat buih ini telah dijelaskan di dalam hadits Tsaubân yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan ath-Thabrânî serta selain keduanya dengan sanad yang shahih. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

يوشك أن تداعى عليكم الأمم

“Nyaris saja bangsa-bangsa selain kalian mengerumuni kalian”, dan di dalam riwayat lain ada tambahan :

الأمم من كل أفق كما تتداعى الأكلة على قصعتها

“bangsa-bangsa dari segala penjuru, seperti berkerumunnya mereka terhadap makanan yang berada di atas wadahnya.” Di dalam riwayat lain dikatakan, “sebagaimana mereka mengerumuni makanan di atas piringnya”

Ketika para sahabat mendengar hal ini dari Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, mereka berfikir, bagaimana bisa musuh dari segala penjuru mengerumuni kita sebagaimana mereka mengerumuni makanan di atas wadahnya. Mereka menduga hal ini disebabkan karena jumlah kaum muslimin yang sedikit. Lantas mereka bertanya meminta penjelasan kepada Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :

أوً من قلة نحن يومئذ يا رسول الله

“Apakah jumlah kami sedikit pada saat itu wahai Rasulullâh?”

Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam menjawab :

لا ،بل أنتم كثير

“Tidak, bahkan jumlah kalian banyak”. Di dalam riwayat yang shahih dikatakan :

بل انتم أكثر من عددهم

“Bahkan jumlah kalian lebih banyak dari jumlah mereka.” Jumlah kalian sekitar semilyar dua ratus juta orang. Yang mana sekiranya mereka (dalam jumlah besar ini) bersatu di atas tauhid dan setiap orang dari mereka meludahi orang yahudi, niscaya orang yahudi tidak bisa melakukan apa-apa. Akan tetapi kalian seperti buih yang diombang-ambingkan banjir, yang menyebabkan rasa gentar di musuh-musuh kalian tercabut, di dalam riwayat lain dikatakan, “Allôh akan mengangkat rasa gentar dari kalian”, di dalam riwayat lain, “dan Alloh campakkan ke dalam sanubari kalian, al-Wahn (kelemahan).” Para sahabat bertanya, “Apakah wahn itu wahai Rasulullâh?”. Rasulullâh menjawab :

حب الدنيا وكراهية الموت

“Cinta dunia dan takut mati.”

Apa yang dilakukan oleh bangsa pembunuh nabi ini terhadap penduduk Gaza bukanlah suatu hal yang mengherankan. Tindak tanduk Yahudi ini bertolak dari aqidah mereka. Menurut aqidah mereka, manusia (selain bangsa mereka) itu seperti keledai –semoga Alloh memuliakan kalian (wahai kaum muslimin)-, dan Allôh menciptakan seluruh manusia adalah untuk melayani dan memenuhi segala keperluan mereka. Jika perlu, mereka akan membunuh seluruh manusia dan tidak mengecualikan seorang pun kecuali dari mereka dengan pembantaian dan penghancuran.

Keyakinan mereka ini, menyatakan bahwa Allôh menciptakan manusia adalah untuk memenuhi segala keperluan mereka dan boleh bagi mereka membunuh seluruh manusia (selain mereka). Jadi, bukanlah suatu hal yang aneh jika orang semisal mereka melakukan hal seperti yang terjadi di Gaza. Namun, suatu hal yang ironi adalah orang yang mengimani Islam sebagai agamanya, Allôh sebagai Rabbnya dan Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sebagai nabinya, mereka dalam keadaan yang, demi Allôh, saya katakan bukan hanya menangis meneteskan air mata, namun juga menangis meneteskan darah. Allôh Ta’âlâ berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Sesungguhnya orang yang beriman itu saling bersaudara.” (QS al-Hujurât : 10)

Di dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Nu’mân bin Basyîr Radhiyallâhu ‘anhu, Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الأعضاء بالسهر والحمى

“Perumpaan orang-orang beriman di dalam kasih sayang, kecintaan dan kelemahlembutan bagaikan tubuh yang satu. Jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh kesakitan maka akan menyebabkan seluruh tubuh menjadi terjaga dan demam.”

Beginilah seharusnya keadaan kaum muslimin! Namun musuh-musuh Islam selalu melakukan konspirasi terhadap kaum muslimin dan konspirasi mereka ini memiliki beberapa cara. Cara pertama mereka adalah menjauhkan bangsa non Arab dari permasalahan Palestina, dan cara berikutnya adalah membatasi permasalahan Palestina kepada suatu perhimpunan yang mereka sebut dengan “al-Mumatstsil asy-Syar’î al-Wahîd Li Filisthîn” (Dewan Perwakilan Tunggal bagi Palestina) sedangkan Palestina sendiri tidak menerima hak ini. Tidaklah mungkin bagi seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah kecuali Allôh saja, merasa enggan untuk turut memikirkan masalah Palestina.

Kecintaan kita kepada Palestina adalah dengan sebab aqidah. Rabb kita Jalla fî ‘Ulah mengikat negeri Palestina dengan aqidah kita di dalam sholat, karena Palestina adalah kiblat pertama kita. Rabb kita juga mengikatnya dengan ikatan yang kuat yang tidak terputuskan pada Mi’râj-nya Nabi, di saat Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam di-isra’-kan ke Baitul Maqdis dan di-mi’raj-kan dari Baitul Maqdis ke atas langit. Sekiranya Allôh Jalla fî ‘Ulah tidak menghendaki kita untuk memperhatikan ikatan ini, yang tidak boleh bagi seorangpun melepaskannya, niscaya dengan kekuasaan Allôh Jalla fî ‘Ulah pula, Ia akan me-mi’raj-kan Nabi-Nya Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam langsung dari Makkah Mukarromah.

Saya katakan, wajib bagi kaum muslimin untuk mendoakan saudara-saudara mereka, dan mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga persaudaraan mereka. Setiap orang berkewajiban sesuai dengan kemampuannya, dan amanah itu tidak hanya satu. Yang kami khawatirkan adalah, Demi Dzat yang tidak ada sesembahan yang haq untuk disembah kecuali Dia, ada seorang pria yang lemah, atau wanita, atau anak-anak, mengangkat kedua tangannya seraya berdoa : “Ya Allôh, hinakanlah mereka yang telah menghinakan kita.” Doa ini, (saya khawatirkan) menimpa seluruh kaum muslimin. haula wa lâ quwwata illa billâh.

Pertolongan itu ada harganya. Allôh Ta’âlâ berfirman :

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ

Jika kalian menolong Allôh niscaya Ia akan menolong kalian” (QS Muhammad : 7)

Dan firman-Nya :

أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Sesungguhnya pertolongan Allôh itu dekat.” (QS al-Baqoroh : 214)

Akan tetapi kita… wajib atas kita untuk melangkah di atas jalan (kemenangan), dan merubah umat ini menjadi umat Muhammad yang sejati, bukan tetap menjadi umat Ghutsâ`iyah (buih). Umat Muhammad yang sejati… bukanlah umat yang ceroboh dan serampangan, bukan pula umat yang gemar bermaksiat. Namun, umat yang berilmu dan memiliki pemahaman, umat yang mengetahui kewajibannya, mengagungkan Rabbnya dan mengenal-Nya dengan sebenar-benarnya. Umat yang mengenal nabinya, dan mengetahui hak-hak Rabbnya dan nabinya yang harus dipenuhinya…

Apa makna “jika kalian menolong Alloh niscaya Ia akan menolong kalian”? Artinya adalah, jika kalian memenuhi segala hal yang Allôh Azza wa Jalla wajibkan atas kalian, niscaya Ia akan menolong kalian. Tidak hanya ini, namun Allôh juga akan memperkokoh kedudukan kalian. Peristiwa yang terjadi di Gaza, apabila kebahagiaan yang ada pada mereka tidaklah khusus hanya untuk mereka saja, demikian pula ujian yang menimpa mereka, tidaklah khusus hanya bagi penduduk Gaza, namun juga bagi seluruh kaum muslimin. Maka, pertolongan ini adalah pertolongan bagi seluruh kaum muslimin. Apabila mereka tidak mau memberikan pertolongan, oleh sebab seluruh umat yang ada yang belum mengetahui kewajibannya dan belum memenuhi hak Allôh Azza wa Jalla, maka mereka belum berhak untuk mendapatkan pertolongan.

‘Umar bin Khaththâb Radhiyallâhu ‘anhu dan Sholâhuddîn (al-Ayyûbî) Rahimahullâhu telah memulangkan kembali Palestina (dari tangan kaum kafir). Suatu ketika pasukan Sholâhuddîn mengalami kekalahan, beliau berdiri di dekat sebuah tenda yang pasukannya tidak mendirikan sholat malam, beliau menunjuk tenda tersebut dan berkata : “dari kemah inilah sebab kalian mendapatkan kekalahan.”

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Jika kalian menolong Allôh niscaya Ia akan menolong kalian dan meneguhkan posisi kalian” (QS Muhammad : 7)

Pertolongan itu memiliki pemahaman syar’i yang luas, dan kadang kala seseorang itu meninggal dunia belum mencapai apa yang diinginkannya. Akan tetapi, jika seseorang meniti jalan yang benar, mengetahui dan memenuhi hak Allôh Azza wa Jalla, maka buah yang akan ia capai adalah kemenangan. Jalan yang ia lalui, walaupun ia seorang diri dan dalam keadaan lemah, dan ia tetap senantiasa meniti jalan yang benar, niscaya ia mendapati kemenangan. Allôh berfirman kepada Nabi-Nya Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam yang ketika itu beliau sedang dalam perjalan ke Madinah :

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Nabi) maka sesungguhnya Allah Telah menolongnya” (QS at-Taubah : 40)

Seorang ulama mengatakan : “Muqoddimâtul Mar`i Nashrun” (usaha seseorang –yang sesuai syar’î itu- merupakan pertolongan). Syaikhul Islam wafat di dalam penjara (di Damaskus), beliau dipenjara disebabkan permasalahan tentang tholaq. Maka Allôh menolong beliau di dalam masalah yang musuh-musuh beliau menyelisihinya, namun betapa banyaknya pengadilan agama di dunia ini memutuskan dengan hukum beliau, padahal pendapat beliau ini menyelisihi madzhab-madzhab yang diikuti saat ini. Ini merupakan bentuk pertolongan dari Allôh yang dialami oleh orang-orang sesudahnya.

Yang penting adalah, Anda mengetahui apa kewajiban yang dibebankan kepada Anda dan menunaikan hak Allôh atas Anda. Apabila Anda belum mampu untuk menunaikan suatu hal, sekurang-kurangnya Anda dapat menunaikan hak ini dengan do’a. Seorang hamba, hendaklah beradab dengan Rabbnya, sebagaimana telah tetap di dalam hadits riwayat Ahmad dan selainnya, bahwa kaum muslimin ketika mengalami kekalahan di perang Uhud, sampai-sampai paman Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam beserta tujuh puluh orang dari kalangan Anshar dan Muhajirin gugur, bahkan Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sendiri turut terluka, gigi serinya patah dan kepala beliau terluka.

Maka para sahabat bertanya kepada kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam : “Bagaimana bisa kaum musyrikin melakukan hal ini kepada kita, padahal kita yang berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan.” Maka Allôh menurunkan firman-Nya :

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ

Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.” (QS Âli ‘Imrân : 165)

Apabila kita ditanya, “apakah kaum muslimin kalah di saat perang Uhud?”, maka kita jawab, “Iya”. Namun apabila kita ditanya, “apakah Islam kalah di saat perang Uhud?, maka kita jawab, “Tidak! Islam itu ditolong oleh Allôh dan pertolongan Allôh itu dekat.” Kaum muslimin akan mengalami kekalahan tatkala mereka mengabaikan kewajiban yang Allôh wajibkan atas mereka. Pada tahun 1948 dan 1967, Islam ditolong oleh Allôh walaupun kaum muslimin kalah. Di Andalus, Islam ditolong walau kaum muslimin kalah, dan di Iraq, Islam ditolong walau kaum muslimin kalah. Karena termasuk rahmat Allôh kepada kita adalah, Allôh tidak akan pernah menolong kita kecuali jika kita kembali kepada-Nya. Kita ini adalah umat yang mulia, dan diantara kemuliaan kita terhadap Rabb kita adalah, bahwa Allôh tidak akan memberikan kemuliaan kepada kita kecuali apabila kita kembali dan rujuk kepada-Nya.

Maka yang wajib atas kita semua di dalam menghadapi bencana ini, wahai saudaraku sekalian yang aku cintai karena Allôh, supaya merenungkan keadaan kita ini dan mengetahui kewajiban yang ada di atas bahu kita ini. Untuk itulah saya mengatakan kembali, kewajiban kita di kondisi seperti ini adalah untuk menghentikan tertumpahnya darah sebisa mungkin, mengerahkan diri kita dan memperbanyak umat kita dengan jumlah yang hakiki, untuk menjadi umat Muhammad yang sejati dan hakiki, atau jika tidak umat ini akan tetap menjadi umat buih. Kita juga harus mengubah umat ini dari umat yang bodoh dan ceroboh, menjadi umat yang berilmu, beramal, jujur dan ikhlas. Umat yang mengetahui harga diri dan kedudukannya di antara umat. Apabila kita menunaikan kewajiban kita, niscaya Rabb kita akan menganugerahkan kepada kita kemenangan. Sebagaimana hadits mu’allaq di dalam Shahih Bukhari rahimahullâhu dari Abû ad-Dardâ` Radhiyallâhu ‘anhu :

نحن قوم نقاتل عدونا بأعمالنا

“Kami adalah kaum yang memerangi musuh kami dengan amal perbuatan kami.”

Apa yang sampai kepada Rabb kita akan turun kepada kita, maka peperangan kita terhadap musuh kita ada dengan amal perbuatan kita.

Abû Bakr ash-Shiddîq Radhiyallâhu ‘anhu berkata :

عمالكم (أي حكامكم) أعمالكم

“Pemimpin kalian itu adalah amal perbutan kalian”

Jadi, amal perbuatan kita itu berkonsekuensi terhadap situasi kita. Tidak mungkin sama sekali kita bisa melampaui sunnatullâh Azza wa Jalla. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ketika di Mekah, beliau dan para sahabat beliau disiksa dan disiksa, lantas beliau berhijrah dan mengerahkan semua harta benda dan jiwa, maka Allôh berikan pertolongan kepada beliau dan orang-orang yang beserta beliau, dan Alloh menangkan mereka.

Para ulama mengatakan, sebagaimana telah kita ketahui dari banyak pelajaran kita terutama pelajaran Ushul Fiqh, bahwa meninggalkan sesuatu itu merupakan perbuatan.

يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآَنَ مَهْجُورًا

Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan”.” (QS al-Furqân : 30)

Meninggalkan al-Qur`an menyebabkan Alloh menjadikannya sebagai sebab ujian. Para ulama ahli fikih menetapkan hukum bahwa apabila ada seorang dokter yang melihat seorang terluka sampai darahnya berceceran dan tidak mau melakukan sesuatu yang ia mampu, maka ia berdosa. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

أيما أهل عرصة باتوا وفيهم امرؤ جائع إلا بريئت منهم ذمة الله

“Penduduk daerah mana saja, manakala ada diantara mereka orang yang kelaparan, niscaya Allôh akan melepaskan pertanggungan-Nya.”

Ibnu Hajar berkata : “Apabila ada seorang fakir miskin meninggal dunia karena kelaparan di suatu wilayah, maka aku menghukumi untuk menghukum semua penduduk wilayah tersebut, disebabkan oleh meninggalnya seseorang karena kelaparan sedangkan dia ada diantara mereka.”

Kaum muslimin didera dengan segala bentuk bencana, maka wajib bagi kita untuk mengerahkan semua yang kita mampu, sekurang-kurangnya membantu dengan doa. Saya tutup pembicaraanku ini dengan ucapan, bahwa doa akan dapat berfaidah dengan beberapa syarat syar’i. Allôh Ta’âlâ berfirman :

قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا

Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada doamu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh Telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)”.” (QS al-Furqan : 77)

Ingatlah ayat ini, dan ikatlah diri kalian dengan sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, yang dikeluarkan oleh Ahmad, Bazzâr dan selainnya, dari hadits Abu Bakr radhiyallâhu ‘anhu :

لتأمرنَّ بالمعروف ولتنهون عن المنكر او ليدعون خياركم فلا يستجاب لكم

“Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar, atau jika tidak niscaya orang yang terbaik dari kalian ketika memanjatkan doa tidak dikabulkan oleh Allôh.”

Wahai kaum muslimin, kalian semua jika tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allôh akan memberikan hukuman kepada kalian, dan doa ulama kalian dan orang shalih diantara kalian juga tidak akan dikabulkan. Doa orang-orang terbaik diantara kalian, yaitu para ulama dan orang shalih, terikat dan mustajab apabila kalian –wahai seluruh kaum muslimin- melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap orang-orang yang berada di bawah kalian, baik isteri dan puteri kalian, murid di sekolah, pegawai atau pekerja di kantor, atau tetangga, rekan dan sahabat kalian. Amar ma’ruf dan nahi munkar kalian, dapat menyebabkan orang yang terbaik di tengah umat, apabila mereka berdoa niscaya Allôh mengabulkan doanya.

Seakan-akan ayat ini, menjelaskan bahwa kehidupan umat ini dan rahasia kekuatan dan kelanggenganya, adalah di dalam doa.

قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ

Katakanlah, Rabbku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada doamu.

Yaitu, dengan kelanggengan kalian di dalam doa. Rahasia langgengnya umat ini adalah dengan doa, yang mana tidak akan diterima Allôh jikalau seluruh kaum muslimin tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Jadi, upaya pengamalan kita ini bukan hanya di tangan para senior dan ulama kita, pengamalan kita ini seharusnya juga dilakukan setiap orang dari kita dengan tetap menjaga hubungan dan ikatan kepada Allôh Azza wa Jalla.

Meninggalkan kaum muslimin di Gaza seperti ini adalah bentuk meninggalkan perbuatan. Dan bentuk perbuatan ini adalah ketika setiap orang mampu untuk melakukan sesuatu, namun tidak mau melakukannya. Tidak ada pengobatan bagi bencana ini melainkan dengan pengobatan syar’i yang pahit dan perlu waktu lama. Namun, keadaan umat ini tidak akan pernah baik melainkan dengan bersatu di atas tauhid. Hendaknya setiap orang yang mengucapkan Lâ Ilâha illallôh dan Muhammad Rasûlullâh itu turut merasakan persaudaraan dengan mereka, yang memiliki hak yang harus ditunaikan, dan mengerahkan harta dan jiwanya bagi saudara mereka.

Adapun umat ini yang terputus dari segala sarana penghubungnya dan tercecer ke segala penjuru, dan sungguh menyedihkan, saya tidak mengatakan bagi bangsa Arab atau kaum muslimin saja, namun saya katakan juga bagi seluruh orang yang memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah Palestina, keadaan mereka ini menjadi seperti kaum Yahudi yang disifati oleh Rabb kita dengan :

تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang demikian itu karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak berakal.”

Apa yang ditunggu oleh orang-orang yang bertanggung jawab terhadap masalah Palestina secara khusus, sampai mereka mau menunaikan kewajibannya terhadap saudara-saudara mereka. Hal ini oleh sebab mereka adalah kaum yang tidak berakal, mereka tidak memiliki akal. Menunggu orang yang mau menolong mereka dan menggerakkan mereka bagaikan bidak catur, wa Lâ haula wa Lâ Quwwata billâh.

Saya memohon kepada Allôh Subhânahu wa Ta’âlâ agar menjadikan kita orang yang menolong agama dan sunnah nabi-Nya Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam.

Sumber : http://almenhaj.net/makal.php?linkid=2194

Dinukil dari: http://abu-salma.co.cc/?p=107


KEAJAIBAN DOA IBU

KEAJAIBAN DOA IBU
(Oleh: Fariq Gasim Anuz)

Ketika saya sedang duduk di ruang kerja di kantor Islamic Center di Jeddah, Saudi Arabia di penghujung bulan Dzulhijjah 1429 H atau di akhir bulan Desember 2008 M, masuklah seorang anak remaja dengan mengenakan gamis, kopiah dan sorban merah sambil mengucapkan salam.

Setelah saya berkenalan dengannya ternyata dia adalah keponakan salah seorang pengurus dan relawan di kantor Islamic Center yaitu ustadz Muhammad Ash Shubhi yang datang ke kantor tiap hari Jumat untuk memberikan ceramah kepada para mualaf yang berasal dari Philpina. Nama anak tersebut Muadz Ash Shubhi berumur 17 tahun dan masih duduk di kelas 2 SMA.

Tampak dari anak tersebut wibawa dan penuh kedewasaan, saya tinggalkan pekerjaan saya dan duduk menemani Muadz untuk mengenal dia lebih jauh lagi. Ternyata dia telah selesai menghapal Al Quran 30 Juz, dan sekarang dia rajin mengulang hapalannya agar tidak lupa dan hilang. Ia terkadang mengimami shalat berjamaah di Masjid dekat rumahnya jika imam terlambat atau berhalanagan hadir. Dia juga aktif berperan sebagai muadzin di masjid tersebut sejak umur 14 tahun. Hanya saja terakhir ini pengurus masjid menggantikannya dengan muadzin dari orang dewasa dengan alasan dia masih anak-anak dan menjanjikan kepadanya jika telah selesai sekolah maka dia bisa menjadi muadzin lagi.

Saya memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara lebih banyak, diantara hal yang menarik dari pembicaraan Muadz yaitu ketika dia bercerita tentang masa kecil Syaikh Doktor Abdul Aziz Fauzan Al Fauzan. Ketika itu, orang tuanya memiliki banyak kambing dan anak-anaknya mendapatkan tugas untuk menggembalakan kambing secara bergantian sepulang mereka dari sekolah.

Hari ini bagian Muhammad kakaknya, keesokan harinya giliran Abdul Aziz dan besoknya lagi giliran adiknya. Saat giliran adiknya bertugas untuk menggembalakan kambing maka adiknya datang kepada ibunya sambil menangis dan berkeberatan untuk menggembalakan kambing. Karena merasa kasihan kepada anaknya yang paling kecil maka si ibu menyuruh kakaknya yang paling besar yaitu Muhammad untuk menggembalakan kambing. Kakaknya menolak dengan alasan bahwa dia sudah menjalankan kewajibannya 2 hari yang lalu. Maka si ibu menyuruh Abdul Aziz untuk menggembalakan kambing, Abdul Aziz menuruti permintaan ibunya dan tidak membantahnya. Keesokan harinya giliran kakaknya yang tertua bertugas menggembalakan kambing, maka kakaknya datang kepada ibunya sambil menangis pula berkeberatan untuk mengembalakan kambing. Si ibu menyuruh Abdul Aziz lagi untuk menggembalakan kambing. Abdul Aziz menjalankan perintah ibunya tanpa membantah sedikitpun. Akhirnya setiap hari Abdul Aziz menngembalakan kambing milik orang tuanya.

Syaikh Abdul Aziz merasakan banyak sekali kemudahan yang Allah berikan kepadanya dan beliau berpendapat diantara sebabnya adalah bakti seorang anak dan doa kedua orang tuanya.

Kisah yang diceritakan Muadz sangat berkesan dihati saya, cerita tersebut mengingatkan saya kepada ucapan Profesor Doktor Abdul Karim Bakkar dan Profesor Doktor Shalih Al Ayid dalam bukunya.

Profesor Doktor Abdul Karim Bakkar berkata,

"Sesungguhnya doa kedua orangtua untuk anak-anaknya ada dua macam, ada yang disebabkan rasa iba dan kasihan, hal ini dilakukan oleh kedua orang tua meskipun anak-anaknya kurang berbakti kepada mereka. Ada lagi doa dari orang tua diucapkan dari lubuk hati yang paling dalam, doa tersebut merupakan ungkapan rasa senang, puas, ridha dan kagum kepada perbuatan dan bakti anak mereka, doa yang seperti inilah yang lebih pantas untuk dikabulkan oleh Allah.

(50 lilin untuk menerangi jalan hidup kalian)

Profesor Doktor Shalih Al Ayid berkata,

“Sesungguhnya doa ibu tidak mungkin meleset, ibuku –semoga Allah merahmatinya- selalu ridha terhadap anak-anaknya dan sangat mencintai mereka, oleh karena itu ia selalu berdoa memohon kebaikan untuk mereka di setiap waktu, berdoa dengan hati yang bersih tanpa ada dendam dan kebencian, oleh karena itu saya melihat dalam segala urusanku adalah hasil dari doa beliau secara nyata dan tidak ada keraguan sedikitpun, berapa banyak pintu kebaikan terbuka untukku dengan tidak disangka-sangka dan berapa banyak tipudaya orang-orang yang hasad dan dengki menjadi runtuh karena karunia Allah disebabkan doa ibuku yang dikabulkanNya.”

(Dam'ah 'ala qabri ummi)

Dinukil dari milis Assunnah

Selasa, 13 Januari 2009

Apakah Saudi Berdiam diri Terhadap Serangan Yahudi Israel?

Kami Tidak Tinggal Diam Wahai Palestina!!!


Bismillaahirrahmaanirrahiim…

Alhamdulillaahi –l Khaaliqil kauni wa maa fiih, wa jaami’in naasi li yaumin laa raiba fiih. Asyahadu an laa ilaaha illallaah, wa anna Muhammadan rasuulullaah… wa ba’d…

Perhatian dunia dalam beberapa hari ini tertuju pada Jalur Gaza. Invasi tentara Yahudi ke Gaza menelan banyak korban terutama wanita dan anak-anak. Korban luka-luka semakin memperbanyak deretan korban meninggal dunia. Dunia pun merespon dengan berbagai macam aksi.

Di antara aksi sebagai bentuk kepedulian atas musibah yang menimpa kaum muslimin di Palestina itu adalah aksi berupa bantuan kemanusiaan. Yang paling menonjol dalam hal bantuan tersebut adalah Saudi Arabia, di bawah pimpinan Raja Abdullah bin Abdul Aziz –ayyadahullah-. Ini bukan klaim tanpa bukti. Sebagai contoh: Program “Donasi Untuk Palestina” digencarkan, walaupun sudah sejak lama dicanangkan. Rumah-rumah sakit ternama di pusat kerajaan Saudi difokuskan untuk menangani korban luka-luka akibat serangan kaum Yahudi tersebut. Bantuan berupa makanan, pakaian dan obat-obatan juga terus mengalir sampai tulisan ini diturunkan. Kalangan ulama pun tidak tinggal diam. Baik perseorangan maupun lembaga/organisasi. Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh dan Syeikh Abdurrahman As Sudais mengecam dengan keras aksi serangan tersebut dalam khutbah jum’at mereka. Mereka dan umumnya para khatib di Saudi tidak lupa mendo’akan kaum muslimin Palestina secara khusus. Lajnah Daa’imah juga mengeluarkan pernyataan dalam menyikapi tragedi di Jalur Gaza tersebut. Dan masih banyak lagi bentuk bantuan baik materi maupun moril/spirit.

Namun ada segelintir orang menutup mata dengan kenyataan ini dan berkomentar, “Saudi Arabia adalah negara yang takut dengan Amerika dan kurang memberikan bantuan yang konkrit kepada kaum muslimin di Palestina.” atau kalimat yang semisalnya.

Terhadap siapa saja yang berkomentar seperti di atas, saya katakan:

Apakah maksud Anda dengan kata ‘konkrit’ bahwa Anda menginginkan agar Pemerintah Saudi mengirimkan tentaranya ke Palestina untuk menghantam pasukan Israel? Baiklah jika memang demikian, apakah Amerika akan tinggal diam? Padahal Allah berfirman (yang artinya), “…dan janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian dalam kebinasaan…” (Qs. Al Baqarah: 195)

Taruhlah seperti apa yang Anda inginkan bahkan lebih dari itu -semua pemerintah negara muslim mengizinkan rakyatnya untuk berjihad ke palestina dan saya berhusnudzdzan Anda akan ikut serta di dalamnya-, maka Anda akan berjihad di bawah bendera siapa di Palestina? Di bawah bendera HAMAS kah? Atau berspandukkan AL FATH? Atau barangkali di bawah komando Jihad Islami Palestina (JIP)? Atau Anda memimpin laskar jihad yang Anda buat sendiri? Tahukah Anda bahwa jihad bukan hanya perkara mengucapkan dan meneriakkan, “…’Isy kariiman… aw Mut syahiidan…” (Hiduplah dalam kemuliaan atau matilah sebagai syahid)? Namun jihad membutuhkan seorang imam dan tandhim (taktik dan siasat perang). Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda yakin bahwa masing-masing front/partai/hizb itu berperang untuk meninggikan kalimat Laa ilaaha illallaah? Qul Haatu burhaanakum in kuntum shaadiqiin.

Jika Anda mengatakan, “Kaum muslimin harus berada dalam satu barisan dalam menghadapi dan menyikapi Yahudi.”, maka saya tidak berbeda pendapat dengan Anda. Bahkan tidak ada dua orang muslim yang berselisih pendapat tentangnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash Shaff: 4)

Namun bagaimana Anda bisa mempersatukan barisan kaum muslimin untuk berjihad, sedangkan di tengah-tengah mereka masih banyak kaum muslimin yang menyembah kuburan, menghambakan diri kepada dukun (dengan mematuhi persyaratannya atau menjalankan lelaku walaupun bertentangan dengan syari’at), paranormal (dengan membenarkan berita gaib yang sampai kepadanya), dan tukang pelet? Bagaimana pula halnya kalau kaum muslimin yang terjun di medan jihad, banyak di antara mereka yang memakai jimat, atau membaca mantera-mantera yang telah dirajah oleh mbah-mbah dukun supaya kebal senjata api dan agar tidak terdeteksi oleh radar?! Bagaimana Anda akan mempersatukan kaum muslimin dalam rangka jihad, kalau segolongan di antara mereka tidak akan berangkat perang sebelum melakukan thawaf (mengelilingi) kuburan seseorang yang dianggap wali? Atau bagaimana pula jika segolongan yang lain tidak akan berperang kalau yang menjadi imam bukan dari golongannya? Atau bagaimana kaum muslimin akan bersatu padu dalam medan jihad, kalau mereka ketika dikumandangkan seruan azan “Mari mencapai kemenangan…” 2x bermalas-malasan mendatangi masjid (terutama waktu fajr/shubuh)?

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pondasi segala sesuatu adalah Al Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. At Tirmidzi, Hasan Shahih). Al Islam itu sendiri adalah istislam (berserah diri) kepada Allah dengan mentauhidkanNya, dan inqiyaad (patuh) dengan mentaatiNya, dan baraa’ah (berlepas diri) dari kesyirikan dan pelakunya. Berdasarkan hadits ini, kaum muslimin tidak akan berhasil menggapai puncak kejayaan, jikalau pondasi dan tiangnya keropos.

Jika Anda bersikap adil, mengapa Anda hanya menggugat Saudi Arabia? Bukankah negara yang berbatasan dengan Palestina adalah Mesir, Yordania, Libanon serta Syiria? Seharusnya negara-negara tersebut yang paling mudah untuk mengirim pasukan-pasukannya mengepung dan meremukkan artileri dan infanteri Yahudi. Namun pertanyaan politis yang harus Anda jawab terlebih dahulu adalah: Apakah negara-negara Arab yang disebutkan terakhir (sebagai misal saja) politik luar negerinya merupakan politik anti Amerika???

Dalam lingkup yang lebih sempit, idealnya negara-negara Arab seharusnya bersatu dalam menyikapi tragedi berdarah tersebut. Namun, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Buktinya salah satu negara yang berbatasan dengan Jalur Gaza menilai Hamas lah yang menyebabkan tragedi berdarah di kota yang berhadapan dengan laut Mediterrania (Al Bahru -l Mutawassith) itu. Sedangkan Saudi Arabia dan beberapa negara arab lainnya menilai Israel telah melakukan sesuatu yang tidak berprikemanusiaan. Lihatlah! Sesama negara Arab berbeda pandangan dan sikap. Dan yang demikian itu bukanlah hal yang baru. Telah terjadi jauh sebelumnya pengkhianatan di kalangan negara Arab dalam menghadapi Israel pada tahun 1967 dalam perang yang dikenal sejarah sebagai Perang Enam Hari. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada tahun 1973, di mana bangsa Arab bersatu padu di bawah komando Raja Faisal bin Abdul Aziz –rahimahullah- akhirnya berhasil memukul mundur dan mengusir Israel keluar dari Sainaa’.

Oleh karena itu bersikaplah adil dan bijaksana dalam menilai segala sesuatu. Jangan sembarangan menuduh tanpa bukti dan fakta. Mengapa kita disibukkan dengan menilai dan mensifati orang lain dan lalai menilai diri kita sendiri? Mengapa kita tidak berlomba-lomba melebihi Saudi Arabia dalam membantu korban kedzaliman Yahudi tersebut? Silahkan saja bandingkan antara Saudi Arabia dengan negara mana saja dalam hal donasi untuk Program Peduli Palestina.

Akhirnya, mari kita mendo’akan kaum muslimin yang muwahhid yang menjadi korban kedzaliman tentara Yahudi di Jalur Gaza khususnya, dan Palestina umumnya, agar mendapatkan syahadah fii sabiilillah dan semoga kita dikumpulkan bersama para Nabi, shiddiiqiin, para syuhada’ dan orang-orang shalih.

Washallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa aakhiru da’waanaa anil hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Riyadh, 14 Muharram 1430 H

***

Penulis: Abu Yazid (dari Riyadh, Saudi Arabia)
sumber: Artikel www.muslim.or.id

Senin, 12 Januari 2009

Kisah Taubat Seorang Peragawati dari Negeri Barat

Kisah Taubat Seorang Peragawati dari Negeri Barat

Febian, seorang peragawati model busana dari Perancis. Ia seorang pemudi yang berusia dua puluh delapan tahun. Saat ia tenggelam dalam ketenaran dan hangar bingarnya duniawi, hidayah Allah menghampirinya. Sehingga ia menarik diri dan meninggalka dunianya yang gelap itu. Lalu pergilah ke Afghanistan, untuk bekerja pada camp perawatan para mujahidin Afghan yang terluka, di tengah-tengah kondisi yang keras dan hidup yang sulit !

Febian berkata :

“Seandainya, jika bukan karena karunia Allah dan kasih saying-Nya kepadaku, niscaya hidupku akan hilang di dalam dunia.

Banyak manusia yang mengalami kemunduran seakan mereka adalah binatang, semua keinginannya hanyalah untuk memuaskan hawa nafsu dan tabiatnya yang tidak berharga”.

Kemudian ia menceritakan kisahnya, sebagai berikut :

“Sejak masa kecil, aku selalu bermimpi ingin menjadi perawat yang baik. Bekerja untuk meringankan beban penderitaan pada anak-anak kecil yang sakit. Seiring dengan berjalannya waktu, aku mencapai dewasa.

Mulailah aku merawat kecantikan wajah dan postur tubuhku yang bagus. Semua teman-temanku memberikan dorongan –termasuk keluargaku- agar meninggalkan impian masa kecilku, dan memanfaatkan kecantikan wajahku dalam pekerjaan yang dapat mendatangkan keuntungan materi yang banyak, ketenaran dan gemerlapnya dunia, serta impian apa saja yang menyenangkan, bahkan sekalipun hal-hal yang mustahil diraih.

Jalan untuk menuju itu terasa mudah. Atau memang seperti itulah yang nampak bagiku. Sehingga dengan cepat aku menjadi orang yang terkenal.

Berbagai macam hadiah yang mahal dan belum pernah aku membayangkannya berdatangan silih berganti membanjiri tempatku.

Akan tetapi semua itu harus aku bayar dengan harga yang sangat mahal…..
Untuk mendapatkan itu, aku harus bisa melepaskan diri dari fitrafku sebagai manusia. Syarat kesuksesan dan keberhasilanku itu, harus menghilangkan rasa malu yang selama ini melekat dalam diriku. Menghilangkan kecerdasanku, aku enggan belajar apapun kecuali gerakan-gerakan tubuhku dan alunan musik. Selain itu, aku juga harus mengharamkan bagi diriku segala makanan lezat , mengkosumsi berbagai multivitamin kimiawi. Obat penambah tenaga dan obat penumbuh semangat. Sebelum itu semua, aku harus menghilangkan naluriku sebagai manusia.

Aku tidak memiliki benci…., tidak memiliki rasa cinta…, tidak memiliki rasa untuk menolak segala sesuatu.

Sungguh! Rumah-rumah model busana itu telah menjadikan diriku seperti patung yang bergerak. Tujuannya hanyalah menyia-nyiakan hati dan akal. Aku dididik menjadi manusia yang dingin, keras, angkuh, hatiku kering. Diriku hanyalah seakan kerangka (badan) yang mengenakan pakaian. Aku menjadi benda mati yang bergerak: tersenyum namun tidak merasa.

Fenomena itu bukan aku saja yang mengalami, bahkan setiap kali seorang peragawati sukses dalam melepaskan dirinya dari sifat kemanusiaannya, nilainya akan bertambah dalam dunia yang dingin, angkuh dan sombong itu. Jika mereka tidak mengikuti pelajaran-pelajaran dalam busana model itu, dirinya pasti dihadapkan dengan berbagai bentuk siksaan jiwa, dan juga jasmani…!

Aku telah berkeliling ke seluruh penjuru dunia sebagai peragawati. Rancangan model busana terbaru dengan semua apa yang ada di dalamnya: tabarruj (berhias ala jahiliyah, mempertontonkan aurat dan sejenisnya), dan tipuan, mengikuti kehendak-kehendak syetan serta menampakkan hal-hal yang menarik dalam diri wanita tanpa rasa gelisah atau malu”.

Febian melanjutkan ceritanya, dan berkata,

“Selama itu, aku tidak pernah merasakan keindahan model pakaian yang terbalut di atas badanku yang kosong, -kecuali udara dan kerasnya hati-. Pada saat itu aku merasakan pandangan mereka yang merendahkan terhadap diriku sebagai manusia. Mereka hanya menghargai terhadap apa yang aku kenakan dan gerakan tubuhku. Setiap aku bergerak dan berlenggok, mereka selalu berkata, “Seandainya.” Setelah masuk Islam, aku baru tahu bahwa kalimat ‘seandainya’ hanyalah membuka pintu perbuatan syetan. Sungguh, hal itu adalah benar, karena kami telah hidup di alam kehinaan dengan segala dimensinya.

Celakalah, bagi orang yang mengalaminya dan berusaha cukup dengan pekerjaannya saja”.

Mengenai perubahan Febian yang drastis, dari kehidupan berfoya-foya dan sia-sia menuju kehidupan yang lain (berkah), dia berkata,

“Saat itu, kami sedang dalam perjalanan di Beirut yang hancur. Di tengah kehidupan yang carut marut itu, aku melihat banyak orang sedang membangun hotel-hotel berbintang dan rumah-rumah yang megah. Kemudian aku melihat sebuah rumah sakit anak-anak di Beirut. Aku tidak sendirian, ada beberapa teman wanitaku dari patung-patung manusia. Mereka cukup melihat tanpa ada rasa peduli, seperti kebiasaanya.
Tetapi dalam masalah ini, aku tidak bisa sama dengan mereka.

Sungguh- melihat kenyataan itu, pada deti itu pula, terasa hilang kepopuleran, kemuliaan dan kehidupanku yang palsu. Lalu aku menuju anak-anak kecil yang sakit, berusaha menyelamatkan mereka yang masih hidup. Aku tidak kembali kepada teman-temanku di hotel, padahal disana kamera sedang menantiku.

Setelah hari itu, mulailah perjalananku dengan membawa misi kemanusiaan, hingga aku menemukan jalan menuju cahaya hidayah, yaitu Islam. Aku tinggalkan kota Beirut, lalu aku pergi ke Pakistan. Saat di perbatasan Afghanistan, sungguh aku merasakan hidup yang sebenarnya, aku belajar bagaimana menjadi manusia.

Selama delapan bulan aku di sana, membantu keluarga yang kesusahan karena perang. Aku merasa hidup bahagia bersama mereka. Mereka memperlakukan aku dengan baik. Sejak aku memeluk Islam, kebahagiaanku semakin bertambah. Aku rela ia sebagai agama dan undang-undang dan sistem kehidupanku. Dan, aku juga rela hidup bersama keluarga wanita Afghanistan dan Pakistan, dan cara mereka yang religius dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kemudian aku mulai belajar bahasa Arab, yaitu bahasa al-Qur’an. Dalam hal ini, aku telah berhasil mendapatkan kemajuan yang berarti, padahal dahulu aku adalah seorang peragawati.

Dengan ilmu itu, kehidupanku sejalan dengan landasan-landasan Islam dan kerohaniannya”.

Kemudian, Febian menuturkan respon negative dari rumah-rumah busana model dunia itu, setelah ia mendapatkan hidayah. Mereka berusaha dengan berbagai upaya menghalanginya dengan tekanan-tekanan materi secara intensif.

Mereka mengirim barang-barang berharga yang berlipat ganda melebihi dari gajinya setiap bulan, bahkan hingga tiga kali lipat. Mereka selalu mengirimkan berbagai macam hadiah yang mahal kepadanya, agar dia kembali kepada kehidupan semula dan keluar dari Islam.

Namun dia selalu menolaknya.

Dia melanjutkan dengan ceritanya,

“Akhirnya mereka berhenti membujukku. Tetapi mereka terus berusaha untuk membuat jelek diriku didepan keluarga wanita Afghanistan. Mereka melakukan itu dengan menyebarkan sampul-sampul majalah yang bergambar diriku saat pekerjaanku masih menjadi peragawati. Mereka menggantungkannya di jalanan, seakan-akan mereka merasa tersiksa dengan taubatku. Itu mereka lakukan agar terjadi fitnah antara aku dan keluargaku yang baru, tetapi keinginan mereka itu sia-sia, Alhamdulillah.”

Febian memandang tangannya dan berkata,

“Aku tidak pernah menyangka, tanganku yang selama ini selalu ku jaga kehalusannya, aku gunakan untuk pekerjaan yang sulit ini di tengah-tengah gunung. Tetapi kesulitan ini menmbah kesuciantanganku, dan insyaAllah akan ada balasan yang baik disisi Allah subhanahu wata’ala, Insya Allah”.

Sumber: Majalah Qiblati Vol.01/ No. 08 , hal 80-84

April-Mei 2006 / Rabi’ul Awwal 1427 H

Dikutip dari: www.alsofwah.or.id

Senin, 05 Januari 2009

Permusuhan Yahudi Pada Islam Dalam Sejarah

Permusuhan Yahudi Pada Islam Dalam Sejarah

Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah terkenal dan ada sejak dahulu kala. Dimulai sejak dakwah Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam dan mungkin juga sebelumnya bahkan sebelum kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan karena khawatir dari pengaruh dakwah islam yang akan menghancurkan impian dan rencana mereka.

Namun dewasa ini banyak usaha menciptakan opini bahwa permusuhan yahudi dan islam hanyalah sekedar perebutan tanah dan perbatasan Palestina dan wilayah sekitarnya, bukan permasalahan agama dan sejarah kelam permusuhan yang mengakar dalam diri mereka terhadap agama yang mulia ini.

Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.

Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara islam bahkan sejak Rasululloh n hijrah keMadinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Tholib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah l telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS. 5:82)

Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;

Marhalah pertama: Upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa awal perkembangan dakwah islam dan cara mereka dalam hal ini.

Diantara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah islam dimasa-masa awal perkembangannya adalah:

1. Pemboikotan (embargo) Ekonomi
Kaum muslimin ketika awal perkembangan islam diMadinah sangat lemah perekonomiannya. Kaum muhajirin dating keMadinah tidak membawa harta mereka dan kaum Anshor yang menolong merekapun bukanlah pemegang peekonomian Madinah. Oleh karena itu Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka dan melakukan embargo ekonomi.Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum muslimin dan ini terjadi ketika Rasululloh n mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam dari mereka harta yang digunakan untuk membantu urusan beliau dan berwasiat untuk tidak berkata kasar dan tidak menyakiti mereka bila mereka tidak memberinya. Ketika Abu Bakar masuk Bait Al Midras (tempat ibadah mereka) mendapati mereka sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash –tokoh besar bani Qainuqa’- yang merupakan salah satu ulama besar mereka didampingi seorang pendeta yahudi bernama Asy-ya’. Setelah Abu Bakar menyampaikan apa yang dibawanya dan memberikan surat Rasululloh n kepadanya. Maka ia membaca sampai habis dan berkata: Robb kalian butuh kami bantu!Tidak hanya sampai disini saja, bahkan merekapun enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang, jual beli dan amanah kepada kaum muslimin. Berdalih bahwa hutang, jaul beli dan amanah tersebut adanya sebelum islam dan masuknya mereka dalam islam menghapus itu semua. Oleh karena itu Allah berfirman:Di antara Ahli Kitab ada orang yang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaranmereka mengatakan:”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (QS. 3:75).

2. Membangkitkan fitnah dan kebencian.
Yahudi dalam upaya menghalangi dakwah islam menggunakan upaya menciptakan fitnah dan kebencian antar sesama kaum muslimin yang pernah ada dihati penduduk Madinah dari Aus dan Khodzraj pada masa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk islam menerima ajakan Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasululloh n . diantaranya adalah kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Siroh Ibnu Hisyam (2/588) ringkas kisahnya: Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis bareng dengan kaum Anshor, kemudian mengingatkan mereka tentang kejadian perang Bu’ats hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata-senjata masing-masing. Lalu hal ini sampai pada Rasululloh n . maka beliau n segera berangkat bersama para sahabat muhajirin menemui mereka dan bersabda:
يَا مَعْشَر المُسْلِمِيْنَ اللهَ اللهَ أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَ أَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمُ اللهُ لِلإِسْلاَمِ وَ أَكْرَمَكُمْ بِهِ وَ قَطَعَ بِهِ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنَ الْكُفْرِ وَ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ
Wahai kaum muslimin alangkah keterlaluannya kalian, apakah (kalian mengangkat) dakwah jahiliyah padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan muliakan kalian, memutus perkara Jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam serta menyatukan hati-hati kalian.Lalu mereka sadar ini adalah godaan syetan dan tipu daya musuh mereka, sehingga mereka mengangis dan saling rangkul antara Aus dan Khodzroj. Lalu mereka pergi bersama Rasululloh n dengan patuh dan taat yang penuh. Lalu Allah turunkan firmanNya:Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan”. Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)

3. Menyebarkan keraguan pada diri kaum muslimin
Orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan dihati kaum muslimin yang masih lemah imannya dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (QS. 3:72)Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan pernyataan: Ini adalah tipu daya yang mereka inginkan untuk merancukan perkara agama islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan di pagi hari (permulaan siang) dan sholat subuh bersama kaum muslimin. Lalu ketika diakhir siang hari (sore hari) mereka murtad dari agama Islam agar orang-orang bodoh menyatakan bahwa mereka keluat tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum muslimin.

4. Memata-matai kaum Muslimin
Ibnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum muslimin dan menukilkan berita Rasululloh n dan yang ingin beliau lakukan kepada orang Yahudi dan kaum musyrikin, diantaranya: Sa’ad bin Hanief, Zaid bin Al Lishthi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsmaan bin Aufa serta Rafi’ bin Huraimila’. Untuk menghancurkan tipu daya ini Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:”Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (QS. 3:118-119).

5. Usaha memfitnah Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam
Orang Yahudi tidak pernah henti berusaha memfitnah Rasululloh n . diantaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaaq bahwa beliau berkata: Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shurie dan Syaas bin Qais saling berembuk dan menghasilkan keputusan berangkat menemui Rasululloh n untuk memfitnah agama beliau. Lalu mereka menemui Rasululloh n dan berkata: Wahai Muhammad engkau telah tahu kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi, Apabila kami mengikutimu maka seluruh Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka? Maka Rasululloh n enggan menerimanya. Lalu turunlah firman Allah:Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5:49)

Semua usaha mereka ini gagal total dihadapan Rasululloh n dan Allah membalas makar mereka ini dengan menimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan.

Marhalah kedua: Masa perang senjata antara Yahudi dan Muslimin dizaman Rasululloh n .

Orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum muslimin semata bahkan merekapun menampakkan diri bergabung dengan kaum musyrikin dengan menyatakan permusuhan yang terang-terangan terhadap islam dan kaum muslimin. Namun Rasululloh n tetap menunggu sampai mereka melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat diMadinah. Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut barulah Rasululloh n melakukan tindakan militer untuk menghadapi mereka dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Diantara keputusan penting tersebut adalah:

1. Pengusiran Bani Qainuqa’
2. Pengusiran bani Al Nadhir
3. Perang Bani Quraidzoh
4. Penaklukan kota Khaibar.

Setelah terjadinya hal tersebut maka orang Yahudi terusir dari jaziroh Arab.

Marhalah ketiga: Tipu daya dan makar mereka terhadap islam setelah wafat Rasululloh n .

Orang Yahudi memandang tidak mungkin melawan islam dan kaum muslimin selama Rasululloh n masih hidup. Ketika Rasululloh n wafat orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk membuat makar kembali terhadap Islam dan muslimin. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya mereka untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya. Namun tentunya mereka lakukan dengan lebih baik dan teliti dibanding sebelumnya. Sebagian target mereka telah terwujud dengan beberapa sebab diantaranya:

1. Kaum muslimin kehilangan Rasululloh n .
2. Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu sehingga dapat menambah hebat makar dan tipu daya mereka.
3. Masuknya sebagian orang Yahudi kedalam Islam dengan tujuan memata-matai kaum muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum muslimin.

Memang berbicara tentang tipu daya dan makar Yahudi kepada kaum Muslimin sejak wafat Rasululloh n hingga kini membutuhkan pembahasan yang panjang sekali. Namun rasanya cukup memberikan 3 contoh kejadian besar dalam sejarah Islam untuk mengungkapkan permasalahan ini. Yaitu:

1. Fitnah pembunuhan kholifah UtsmanIni adalah awal keberhasilan Yahudi dalam menyusup dan merusak Islam dan kaum muslimin. Tokoh yahudi yang bertanggung jawab terjadinya peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu Sauda’. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.
2. Fitnah Maimun Al Qadaah dan perkembangan sekte BathiniyahKeberhasilan Abdullah bin Saba’ membuat fitnah dikalangan kaum Muslimin dan mengajarkan saba’isme membuat orang Yahudi semakin berani. Sehingga belum habis fitnah Sabaiyah mereka sudah memunculkan tipu daya baru yang dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dieshaan Al Qadaah dengan membuat sekte Batiniyah di Kufah tahun 276 H.Imam Al Baghdadi menceritakan: Diatara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dieshaan yang dikenal dengan Al Qadaah seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Al Shodiq yang berasal dari daerah Al Ahwaaz dan Muhammad bin Al Husein yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al Qadah di penjara Iraaq lalu membangun sekte Bathiniyah.Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dalam bentuk yang beraneka ragam sehingga sekte ini berkembang menjadi banyak sekali sektenya dalam kaum muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahrom dan hilangnya kewajiban syariat pada seseorang.
3. Penghancuran kekhilafahan Turki Utsmani ditangan gerakan Masoniyah dan akibat yang ditimbulkan berupa perpecahan kaum muslimin.Orang Yahudi mengetahui sumber kekuatan kaum muslimin adaalh bersatunya mereka dibawah satu kepemimpinan dalam naungan kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena mereka segera berusaha keras meruntuhkan kekhilafahan yang ada sejak zaman Khulafa’ rosidin sampai berhasil menghapus dan meruntuhkan negara Turki Utsmaniyah.Orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara turki utsmaniyah pada masa sultan Murad kedua (tahun 834-855H) dan setelah beliau pada masa sultan Muhammad Al Faatih (tahun 855-886H) yang meningal diracun oleh Thobib beliau seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al Qanuni (tahun 926-974H) dan para cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbaanu. Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung di masa kekhilafahan Utsmaniyah lebih dari 400 tahunan hingga runtuhnya ditangan Mushthofa Kamaal AtaaTuruk.

Orang Yahudi dalam menjalankan rencana tipu daya mereka menggunakan kekuatan berikut ini:

1. Yahudi Al Dunamah. Diantara tokohnya adalah Madhaat Basya dan Mushthofa Kamal Ataturk yang memiliki peran besar dan penting dalam penghancuran kekhilafahan Utsmaniyah.
2. Salibis eropa yang sangat membenci islam dan kaum muslimin dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa Negara eropa yaitu Bulgaria, Rumania, Namsa, Prancis, Rusia, Yunani dan Italia.
3. Organisasi bawah tanah /rahasia, khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.

Usaha-usaha Musthofa Kamal Basya Ataturk dalam menghancurkan kekhilafahan setelah berhasil menyingkirkan sultan Abdulhamid kedua adalah:

1. Pada awal November 1922 M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan
2. Pada tanggal 18 November 1922M ia mencopot Wahieduddin Muhammad keenam dari kekhilafahan.
3. Pada Agustus 1923 M ia mendirikan Hizb Al Sya’b Al Jumhuriah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Al Dunamah dan Masoniyah.
4. Pada tanggal 20 oktober 1923 M Republik Turki diresmikan dan Al Jum’iyah Al Wathoniyah (Organisasi nasional) memilih Musthofa Kamal sebagai presiden Turki.
5. Pada tanggal 2 Maret 1924 M Kekhilafahan dihapus total.

Demikianlah sempurna sudah keinginan orang-orang Yahudi untuk menjadikan kekhilafahan sebagai Negara sekuler yang dipimpin seorang Yahudi yang berkedok muslim.

Mudah-mudahan ringkas sejarah permusuhan Yahudi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin.

Penulis: Ustadz Khalid Syamhudi, Lc.

sumber: UstadzKholid.com