Kamis, 03 Juli 2008

Kemana Arah Pendidikan Kita?

Apa pendapat anda tentang siswa-siswa di sekolah-sekolah pada umumnya? Pembicaraan mengenai remaja memang sangat menarik. Pasalnya, karena menyangkut generasi masa depan yang akan memegang tongkat estafet generasi sekarang. Namun, alih-alih menjadi insan-insan yang santun dan baik sehingga menjadi kebanggaan orang tua, dan generasi penerus bangsa, justru sebagian mereka menyumbang permasalahan di tengah masyarakat.

Tawuran antar pelajar, pergaulan bebas siswa-siswi, merokok, kenakalan remaja, bolos sekolah, telah menjadi realita dan buah bibir dalam ranah pendidikan di negeri ini. Bahkan, dimungkinkan pelaku kenakalan remaja diatas juga melibatkan siswa yang berotak cemerlang.

Kabar terakhir, bocornya soal-soal ujian dan jalinan kerja sama antara guru dengan murid untuk memuluskan kelulusan dengan dalih supaya tingkat kelulusan menjadi 100% dan nama sekolah pun tetap harum di masyarakat. Maka mengelus dada dan merasa sedih dengan kondisi tersebut, rasanya menjadi “wajib” bagi praktisi pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Fakta ini, tidak bisa tidak, kian menambah daftar pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan seluruh pihak yang terkait dengan urusan pendidikan. Ini bukan berarti mengingkari sisi kebaikan output-output yang telah dihasilkan oleh sekolah-sekolah (umum). Akan tetapi, merupakan bentuk keprihatinan, mengapa fenomena yang tidak menggembirkan itu terjadi. Sehingga layak diajukan sebuah pertanyaan, hendak dibawa kemana calon-calon generasi penerus bangsa itu?Jika demikian, nampaknya aspek moralitas masih jauh panggang dari api. Belum ada keseimbangan perhatian dalam pembentukan insan cerdas, dan sekaligus menjadi pribadi yang bermoral tinggi dan berbudi luhur. Untuk yang terakhir, manakala budi luhur itu dikesampingkan, maka berimplikasi sangat buruk bagi dunia pendidikan. Robohnya tonggak-tonggak pendidikan yang pincang lagi tanpa ruh itu tinggal menunggu kehancurannya.

Dalam aspek pendidikan, selain aspek kecerdasan otak, Islam juga menaruh perhatian pada kecerdasan akal. Dalam Islam, pembicaan jiwa, mental dan moralitas berjalan seiring dan seimbang. Akan tetapi sebagian masayarakat masih apriori dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Jiwa sangat membutuhkan pendidikan dan pembinaan. Allah telah mengutus para rasul untuk memperbaiki keadaan dalam semua aspek kehidupan. Tatkala ajaran-ajaran yang bersumber dari wahyu tidak menjadi pilihan, maka tak mustahil akan timbul kerusakan. Meski seseorang telah mengenyam pendidikan sekian lama, namun fakta berbicara bahwa sebagian manusia yang telah berhasil merengkuh beragam gelar, tidak mencerminkan insan berhati manusia.
Imam Ibnul Qoyyim menuliskan dalam Miftahu Daris Sa’adah (1/262), bahwa setiap ruh yang tidak dibina oleh para rasul, niscaya tidak akan selamat dan tidak layak untuk kebaikan. Kemudian mengutip ba’it syair berikut:

لُبَانًالَهُ قْدْ دْرَّمِنْ ثَدْيِ قُدْسِهِ
وَمَنْ لَا يَرْبِيْهِ الرَسُوْلُ وَيَسْقِهِ
وَلَايَتَعَدَّى طَوِرَأَبْنَاءِجِنْسِهِ
فَذَاكَ لَقِيْطٌ مَالَهُ نِسْبَةُ الوَلَا


Dan barangsiapa tidak terdidik oleh Rasul dan meneguk
Air susu yang memancar dai mata air kesuciannya
Itulah anak terlantar, tiada memiliki garis keturunan
Tiada melewati batas lingkaran insan-insan lainnya

Jadi, sudah saatnya, pembelajaran agama Islam yang bermisi pembentukan akhlak nan luhur dan budi pekerti nan tinggi menjadi perhatian bagi kita seluruh kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq.

Dikutip dari: Majalah Assunnah Edisi Juni 2008 M

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda